Abstrak - Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan Kualitas pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta semakin membaik yang ditandai oleh peningkatan indikator komposit Indeks Pembangunan Manusia (IPM). . Kesejahteraan masyarakat juga memiliki banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu akan dilihat bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejateraan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui bagaimana karakteristik masyarakat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di sektor-sektor yang sekiranya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kesejateraan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Metode ini digunakan karena metode tersebut dapat memasukkan variabel prediktor lebih dari satu sehingga dapat menghasilkan analisis yang lebih baik Adapun sumber data yang digunakan adalah data-data sekunder dari BPS Yogyakarta dan Bappeda Yogyakarta.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan dari scatterplot yang ada ditunjukkan bahwa secara visual terdapat hubungan linier positif antara jumlah penduduk miskin dengan nilai Angka Beban Ketergantungan, Tidak memiliki ijazah kuliah dan Angka Kesakitan terhadap Jumlah Kemiskinan per Kota/ Kabupaten dan Potensi Sumber Daya di Bidang Perindustrian. Lalu untuk hasil uji korelasi didapatkan hubungan antara jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota dengan angka beban ketergantungan menunjukan bahwa semakin besar jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota maka angka beban ketergantungan semakin tinggi. Untuk Potensi sumber daya di bidang industri dengan angka kesakitan, hasil korelasinya menunjukkan nilai terkecil 0,056.
Keywords: Analisis Data, Korelasi, Potensi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Tingkat Kesejahteraan
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Bagi negara Indonesia yang jumlah penduduknya terbesar ke-4 di dunia dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, Hakekat tujuan pembangunan adalah terciptanya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Upaya tersebut ditempuh dengan melakukan berbagai program pembangunan yang menyentuh semua masyarakat dan wilayah. Hasil-hasil pembangunan juga diharapkan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, bahwa pembangunan ekonomi wilayah DIY dalam Lima tahun ke depan diarahkan untuk tidak hanya mengejar pertumbuhan tinggi tetapi juga harus mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang kurang beruntung. Mereka adalah orang-orang yang kurang menikmati pertumbuhan ekonomi, yaitu tetap miskin dan sulit memperoleh pekerjaan yang layak untuk mencukupi kebutuhan hidup yang paling mendasar.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kapanewon/kemantren, dan 438 kalurahan/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2. DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' - 111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah. Banyaknya potensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta dan keuntungan letak geografis yang dekat dengan pusat pemerintahan tidak membuat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki IPM yang bagus.
Kualitas pembangunan manusia di Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I. Yogyakarta) semakin membaik yang ditandai oleh peningkatan indikator komposit Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Level IPM D.I. Yogyakarta pada tahun 2019 telah mencapai 79,99. Angka IPM ini berada di peringkat tertinggi kedua setelah Provinsi DKI Jakarta dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan level IPM Indonesia yang sebesar 71,92. Angka IPM D.I. Yogyakarta tahun 2019 meningkat 0,46 poin atau tumbuh 0,58 persen dibandingkan dengan IPM tahun 2018 (79,53). Tetapi hal tersebut juga dapat menjadi masalah ketika IPM tersebut tidak dimaksimalkan. Salah satu masalah yang terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah mengenai kesejahteraan masyarakat di Kota dan Kabupaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tercatat bahwa pada tahun 2020, Penduduk miskin di DIY pada Maret 2020 mencapai 475.072 ribu orang atau 12,28 dari total jumlah penduduk yang mencapai 3,2 juta orang. Persentase penduduk miskin ini termasuk berada di atas angka rata-rata nasional 9,78 persen. Jumlah penduduk miskin terbesar ini berada Kabupaten Gunungkidul 18,30 persen, Kulon Progo 17,12 persen dan Bantul 13,43 persen. Hal ini salah satu penyebabnya adalah karena adanya pandemi COVID-19. Kesejahteraan masyarakat juga memiliki banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu akan dilihat bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kesejateraan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Metode ini digunakan karena metode tersebut dapat memasukkan variabel prediktor lebih dari satu sehingga dapat menghasilkan analisis yang lebih baik.
Variabel yang digunakan dalam artikel ini adalah data-data yang menunjukan faktor keterkaitan antara Potensi Sumberdaya dan kemampuan ekonomi suatu wilayah dalam Lingkup Provinsi dengan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cukup banyak. Tercatat pada tahun 2020 jumlah penduduk miskin di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapi angka 448,47 ribu jiwa. Oleh karena itu akan dilihat bagaimana persebaran penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seperti pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa Kabupaten Bantul merupakan wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sekitar 131.15 ribu jiwa. Sedangkan wilayah dengan jumlah penduduk miskin terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu sekitar 29.45 ribu jiwa. Dapat dilihat pula bahwa penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didominasi oleh wilayah kabupaten. Hal ini tentunya perlu dijadikan perhatian bagi pemerintah provinsi agar lebih memperhatikan wilayah kabupaten agar jumlah penduduk miskin dapat berkurang.
Potensi Sumber Daya Daerah di Bidang Perindustrian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cukup banyak, Seperti pada bidang Industri terdapat cabang seperti: Pangan, Sandang dan Kulit, Kimia dan bahan bangunan, Logam dan Elektronika, dan kerajinan. Tercatat pada tahun 2020 jumlah unit usaha di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 97.013,00 unit usaha. Oleh karena itu akan dilihat bagaimana persebaran unit usaha per kota dan kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seperti pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa Kabupaten Bantul merupakan wilayah dengan jumlah unit usaha industri terbanyak di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sekitar 22.322 unit usaha. Sedangkan wilayah dengan jumlah industri kecil menengah terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu sekitar 15.235 unit usaha. Dapat dilihat pula bahwa industri kecil menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta persebaran unit usaha masih merata walau di daerah Kota Yogyakarta masih lebih sedikit dari yang lainnya. Hal ini tentunya perlu dijadikan perhatian bagi pemerintah provinsi agar lebih memperhatikan wilayah kota agar jumlah IKM atau Industri Kecil Menengahnya persebarannya merata
Angka beban ketergantungan (ABK) adalah perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (angkatan kerja) (BPS, 2020). Semakin rendah nilai ABK suatu wilayah, maka angka kebergantungan semakin rendah yang artinya beban usia produktif dalam menanggung usia tidak produktif juga semakin rendah begitu pula sebaliknya. ABK juga dapat menggambarkan bagaimana kemampuan ekonomi suatu daerah. Semakin rendah ABK maka kemampuan ekonomi suatu daerah akan lebih baik. Gambar 3 menunjukan persebaran ABK di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai ABK terbesar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 52,96, dimana nilai tersebut dimiliki oleh Kabupaten Kulon Progo. Artinya 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Kulon Progo menanggung beban 53 orang usia tidak produktif. Untuk nilai terkecil dimiliki oleh kota Yogyakarta dengan nilai 35,53. Artinya 100 orang usia produktif di Kota Yogyakarta akan menanggung beban 36 orang usia tidak produktif. Dapat dilihat pula bahwa nilai ABK di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 40 – 50, yang artinya kebanyakan 100 orang usia produktif di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan menanggung beban 40 – 50 orang usia tidak produktif.
Faktor pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat terutama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena semua lowongan pekerjaan pasti memberikan syarat minimal pendidikan terutama Ijazah Perkuliahan. Gambar 4 merupakan jumlah masyarakat yang tidak memiliki ijazah perkuliahan per kabupaten/kota.
Dapat dilihat bahwa pada Gambar 4. Kabupaten Gunungkidul memiliki penduduk yang tidak memiliki ijazah tertinggi di di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase 22,62%. Sedangkan untuk daerah dengan jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah terendah adalah Kota Sleman dengan persentase 17,24%. Dapat dilihat pula urutan teratas diisi oleh wilayah kabupaten, yang berarti kesadaran penduduk di wilayah kota maupun kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kurang tinggi untuk menempuh dunia perkuliahan. Tetapi hal itu bukan salah satu faktor yang menyebabkan itu terjadi, bisa disebabkan karena kurangnya kemampuan ekonomi, buruknya kualitas pendidikan, dan masih banyak faktor-faktor lainnya.
Angka kesakitan adalah persentase penduduk yang mengalami ganguan kesehatan dan terganggunya pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-hari (tidak dapat melakukan kegiatan secara normal seperti bekerja, sekolah, atau kegiatan sehari-hari sebagaimana biasanya) (BPS, 2020). Semakin tinggi angka kesakitan suatu daerah maka akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat di suatu daerah, karena menyebabkan kegiatan sehari-hari menjadi terganggu, salah satunya adalah bekerja. Gambar 5 merupakan persentase angka kesakitan di setiap kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa angka kesakitan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.terbesar adalah 20,62 yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul. Artinya sebanyak 20,62% penduduk kabupaten Gunungkidul mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Sedangkan untuk daerah dengan angka kesakitan terendah sebesar 11,21 yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman. Artinya 11,21% penduduk di Kabupaten Sleman mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak dapat melakukan kesehatan sehari-hari. Salah satu hal yang menyebabkan terganggunya kegiatan masyarakat sehari-hari, tidak hanya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, melainkan seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia adalah COVID-19. COVID-19 adalah virus yang menyerang bagian pernafasan dan sangat mudah menular. Penduduk yang terkena COVID-19 atau memiliki kontak langsung dengan penderita COVID-19 diwajibkan untuk karantina di rumah atau rumah sakit selama 14 hari, sehingga hal tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari masyarakat terganggu yang mengakibatkan kesejahteraan masyarakat juga berpengaruh.
Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat akan dilihat bagaimana pengaruh jumlah masyarakat yang tidak memiliki ijazah perkuliahan, Angka Beban Ketergantungan, dan Angka Kesakitan tiap kabupaten/kota dengan kesejahteraan masyarakat yang salah satu indikatornya adalah jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota yang ada di Provisi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 6 merupakan scatterplot antara jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota terhadap 3 faktor yang sekiranya mempengaruhi jumlah penduduk miskin.
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa secara visual terdapat hubungan linier positif antara jumlah penduduk miskin dengan nilai Angka Beban Ketergantungan, Tidak memiliki ijazah kuliah dan Angka Kesakitan.
Selanjutnya akan dilihat bagaimana pengaruh jumlah masyarakat yang tidak memiliki ijazah perkuliahan, Angka Beban Ketergantungan, dan Angka Kesakitan tiap kabupaten/kota dengan kesejahteraan masyarakat yang salah satu indikatornya adalah Potensi Sumber Daya di bidang perindustrian. Gambar 7 merupakan scatterplot antara Potensi sumber daya di bidang perindustrian per kabupaten/kota terhadap 3 faktor yang sekiranya mempengaruhi Industri Kecil Menengah. Gambar 7 merupakan scatterplot antara jumlah unit usaha per kabupaten/kota terhadap 3 faktor yang sekiranya mempengaruhi jumlah unit usaha industri.
Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa secara visual scatterplot diatas terdapat hubungan linier positif antara jumlah penduduk miskin dengan nilai angka beban ketergantungan, Tidak memiliki ijazah perkuliahan dan angka kesakitan. Untuk memperjelas Gambar 6 dan 7, maka dilakukan uji korelasi untuk melihat bagaimana hasil korelasi jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota dan Potensi Sumber Daya di Bidang Industri per kabupaten/kota dengan ABK, persentase penduduk yang tidak memiliki ijazah perkuliahan, dan angka kesakitan seperti pada Tabel 2.
Dapat dilihat berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan hubungan antara jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota dengan angka beban ketergantungan di atas 0,5 dan bertanda positif, artinya terdapat hubungan yang cukup kuat antar parameter tersebut dan hubungan yang terjadi positif. Maka bisa disimpulkan, semakin besar jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota maka angka beban ketergantungan semakin tinggi. Berbeda dengan potensi sumber daya di bidang industri dengan angka kesakitan, hasil korelasinya menunjukkan nilai terkecil 0,056. Artinya hubungan yang relatif cukup lemah antara kedua parameter tersebut.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis dan pembahasan yaitu sebagai berikut.
1. Untuk data terbesar per variabel dapat dilihat Jumlah Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota bahwa Kabupaten Bantul merupakan wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, yaitu sekitar 131.15 ribu jiwa. Potensi Sumber Daya Daerah di Bidang Perindustrian bahwa Kabupaten Bantul merupakan wilayah dengan jumlah unit usaha industri terbanyak, yaitu sekitar 22.322 unit usaha. Angka beban ketergantungan (ABK) menunjukkan bahwa nilai ABK terbesar sebesar 52,96, dimana nilai tersebut dimiliki oleh Kabupaten Kulon Progo. Tidak memiliki ijazah perkuliahan per kabupaten/kota bahwa Kabupaten Gunungkidul memiliki penduduk yang tidak memiliki ijazah dengan persentase 22,62%. Angka kesakitan dilihat bahwa angka kesakitan .terbesar adalah 20,62 yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul.
2. Untuk data terkecil per variabel dapat dilihat dari Jumlah Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu sekitar 29.45 ribu jiwa. Potensi Sumber Daya Daerah di Bidang Perindustrian terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu sekitar 15.235 unit usaha. Angka beban ketergantungan (ABK) nilai terkecil dimiliki oleh kota Yogyakarta dengan nilai 35,53 jiwa. Tidak memiliki ijazah perkuliahan per kabupaten/kota penduduk yang tidak memiliki ijazah terendah adalah Kota Sleman dengan persentase 17,24%. Angka kesakitan terendah sebesar 11,21 yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman.
3. Berdasarkan dari scatterplot yang ada ditunjukkan bahwa secara visual terdapat hubungan linier positif antara jumlah penduduk miskin dengan nilai Angka Beban Ketergantungan, Tidak memiliki ijazah kuliah dan Angka Kesakitan terhadap Jumlah Kemiskinan per Kota/ Kabupaten dan Potensi Sumber Daya di Bidang Perindustrian.
4. Berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan hubungan antara jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota dengan angka beban ketergantungan di atas 0,5 dan bertanda positif, , semakin besar jumlah penduduk miskin per kabupaten/kota maka angka beban ketergantungan semakin tinggi. Potensi sumber daya di bidang industri dengan angka kesakitan, hasil korelasinya menunjukkan nilai terkecil 0,056. Artinya hubungan yang relatif cukup lemah antara kedua parameter tersebut.
5. Statistika Deskriptif mean terbesar terdapat pada variabel Angka Beban Ketergantunagan yaitu 45,58%, SE Mean terbesar terdapat pada jumlah penduduk Miskin per Kabupaten dan Kota sebesar 89,7. Untuk Standar deviasi tertinggi terdapat pada variabel Jumlah Penduduk Miskin per kabupaten dan kota sebesar 40,9 ribu jiwa. Serta untuk median tertinggi terdapat pada variabel Jumlah Penduduk Miskin per kabupaten dan kota sebesar 90,2 ribu jiwa.
Badan Pusat Statistik, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2020, 2020, Jakarta: Badan Pusat Statistik,
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta Statistik Kesejahteraan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta 2019, 2019, Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta.
BPS. 2018. Indeks Pembangunan Manusia 2017. Jakarta: BPS